Dalam manajemen rantai pasok, koordinasi adalah kunci utama yang mempengaruhi keberhasilan alur pasokan mulai dari pemasok hingga ke tangan konsumen. Tanpanya, supply chain rentan menghadapi miskomunikasi yang berdampak buruk, baik itu dari segi waktu maupun biaya. Dengan begitu, seluruh pihak pada rantai pasok diharuskan untuk mampu mengelola informasi secara bijak. Kemampuan ini dibutuhkan agar tingkat persediaan bisa diestimasikan dengan baik untuk menghindari pembengkakan biaya dalam jumlah besar.
Namun dalam suatu alur rantai pasok, pihak pedagang umumnya tidak memiliki akses informasi langsung ke konsumen. Sehingga mereka hanya akan bergantung pada data historis permintaan produk dari retailer untuk membuat estimasi permintaan ke distributor. Pada tahapan inilah, variabilitas cenderung terjadi apabila permintaan persedian aktual tidak sesuai dengan estimasi permintaan. Untuk mengantisipasi variabilitas, retailer biasanya memilih untuk menyiapkan persediaan dalam jumlah banyak demi mencegah kekurangan atau shortage. Masalah seperti itu menyebabkan bullwhip effect.
Bullwhip effect adalah peningkatan permintaan dari konsumen ke retailer, lalu terus sampai ke pemasok akibat adanya penyimpangan informasi antar pihak dalam rantai pasok. Kondisi tersebut akan menghasilkan keputusan penentuan jumlah persediaan yang tidak akurat, dan perusahaan cenderung menimbun persediaan dalam jumlah besar.
Teori ini juga sudah dibuktikan berdasarkan observasi yang dilakukan oleh Procter & Gamble (P&G), perusahaan barang konsumsi multinasional di Amerika, terhadap efek bullwhip dalam rantai pasokan popok Pampers (Lee, Padmanabhan, dan Whang, 1997). Mereka menemukan bahwa pesanan bahan baku ke pemasok berfluktuasi secara signifikan dari waktu ke waktu. Setelah ditelusuri lebih jauh, ditemukan pula fluktuasi pada saat penjualan di toko ritel, tetapi kecil. Sehingga dapat diasumsikan bahwa meskipun permintaan popok oleh konsumen berada pada tingkat yang stabil, ketika pesanan bahan baku sangat bervariasi, maka biaya pun ikut mengalami peningkatan serta penyesuaian penawaran dan permintaan juga lebih sulit dilakukan.
Berikut ini dampak bullwhip effect yang dapat merugikan rantai pasok pada biaya yang harus dikeluarkan beserta aktivitas-aktivitas lainnya.
Manufacturing cost
Misinformasi dapat menyebabkan biaya manufaktur meningkat dalam rantai pasok. Pada kasus P&G, terjadinya bullwhip effect mengharuskan pemasoknya untuk memenuhi aliran pesanan yang jauh lebih bervariasi daripada permintaan aktual oleh konsumen.
Inventory cost
Kurangnya koordinasi juga dapat menaikkan biaya persediaan dalam rantai pasok. Variabilitas permintaan yang ada juga menyebabkan perusahaan P&G menyimpan persediaan yang lebih besar dari yang diperlukan. Situasi itu berdampak pada peningkatan biaya inventory dalam rantai pasok.
Lead time
Lead time adalah jarak waktu antara pemesanan hingga pesanan itu datang. Kurangnya koordinasi dapat meningkatkan lead time dalam rantai pasokan. Adanya bullwhip effect membuat penjadwalan di P&G dan pabrik pemasok jauh lebih sulit daripada ketika permintaan sedang. Ada kalanya kapasitas dan inventaris yang tersedia tidak dapat mengakomodasi pesanan yang masuk. Sehingga menyebabkan tenggang waktu lebih lama.
Transportation cost
Kurangnya koordinasi meningkatkan biaya transportasi dalam rantai pasokan. Biaya transportasi dari waktu ke waktu berkorelasi dengan pesanan yang harus dipenuhi. Sebagai akibat dari bullwhip effect, kebutuhan transportasi berfluktuasi secara signifikan dari waktu ke waktu. Hal ini meningkatkan biaya transportasi karena perusahaan perlu meningkatkan kapasitas transportasi untuk menutupi periode-periode dengan permintaan tinggi.
Labor cost for shipping and receiving
Kurangnya koordinasi meningkatkan biaya tenaga kerja yang berhubungan dengan pengiriman dan penerimaan dalam rantai pasok. Dalam beberapa kasus, tenaga kerja untuk pengiriman berfluktuasi sesuai pesanan. Fluktuasi serupa terjadi pada kebutuhan tenaga kerja untuk penerimaan di distributor dan pengecer. Untuk menanggapi fluktuasi pesanan, berbagai tahap pada rantai pasok bisa memilih antara membawa kelebihan kapasitas tenaga kerja atau memvariasikan kapasitas tenaga kerja. Meskipun begitu, kedua pilihan tersebut sama-sama meningkatkan total biaya tenaga kerja.
Level of product availability
Bullwhip effect menyebabkan berkurangnya pasokan dalam rantai pasok. Pemesanan yang sangat fluktuatif menyulitkan proses penyediaan permintaan secara tepat waktu. Ketika hal itu terjadi, retailer bisa kehabisan stok sehingga penjualan pada rantai pasok pun terganggu.
Relationship across the supply chain
Selain merugikan kinerja, kurangnya koordinasi juga menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan dalam pihak-pihak rantai pasok. Terdapat kecenderungan untuk saling menyalahkan antar pelaku. Situasi ini otomatis menurunkan kualitas hubungan sesama pekerja.
Apabila dirangkum, berikut dampak kurangnya koordinasi terhadap kinerja rantai pasokan (Chopra dan Meindl, 2016).
Berdasarkan ulasan di atas, dapat disimpulkan bagaimana kurangnya koordinasi mempengaruhi kinerja rantai pasokan. Hal tersebut sekaligus menegaskan betapa pentingnya kemampuan koordinasi yang baik dalam rantai pasok sangat diperlukan untuk meminimalisir kerugian biaya dan menghindari pertikaian antara sesama pekerja dalam seluruh pihak rantai pasok. Simak terus artikel kami untuk dapat mengetahui bagaimana strategi-strategi mengatasi bullwhip effect ini.
Referensi
Chopra, S., & Meindl, P. (2016). Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation, 6th edition. Pearson Education.