Terkadang, sebagai pemimpin, kita merasa sudah melakukan usaha yang terbaik untuk memaksimalkan potensi para anggota kita. Namun, kita masih kerap merasa frustasi akibat hasil yang mereka berikan nyatanya masih juga belum sesuai dengan apa yang kita harapkan. Jika kita bersedia untuk menelaah kembali, mungkin letak kesalahan tersebut tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada anggota kita. Bisa jadi, cara kita dalam membimbing mereka juga belum sesuai dengan preferensi cara bekerja atau kebutuhan mereka.
Setiap anggota memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sebagai pemimpin, ada baiknya kita bersedia untuk melakukan pendekatan yang fleksibel, atau sesuai dengan karakteristik para anggota kita. Cara ini awalnya mungkin terasa begitu kompleks, tapi cara ini juga yang dapat menciptakan kesejahteraan para anggota. Hal ini bisa menjadi sangat menguntungkan, sebab apabila pemimpin dan anggota menemukan jalan tengah dan kesejahteraan, hasil yang didapatkan juga akan jauh lebih maksimal. Yang mana hal ini berpotensi besar dalam mengantarkan pada kesuksesan bersama.
Pada artikel sebelumnya, kita sudah membahas tentang tipe leader berdasarkan orientasinya, yaitu people-oriented dan task-oriented. Teori lain yang berfokus pada hubungan antara leader dan anggota adalah situational leadership theory yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1988). Teori ini menyebutkan bahwa leader biasanya menggunakan salah satu dari 4 gaya kepemimpinan yaitu : directing, coaching, supporting, dan delegating.
Menurut Hersey dan Blanchard, karakteristik anggota yang paling penting adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan tugas yang diberikan kepada mereka. Tingkat karakteristik anggota tersebut dapat diukur menggunakan manager’s rating form ataupun self-rating form yang dikembangkan juga oleh Hersey dan Blanchard. Skor dari penilaian tersebut menciptakan empat kategori untuk para anggota :
R1 : Unable and unwilling OR Insecure (Tidak mampu dan tidak mau ATAU Tidak percaya diri)
R2 : Unable but willing or Confident (Tidak mampu tapi mau ATAU Percaya diri)
R3 : Able but unwilling or Insecure (Mampu tapi tidak mau ATAU Tidak percaya diri)
R4 : Able and willing or Confident (Mampu dan mau ATAU Percaya diri)
Bagi para anggota yang berada pada kategori R1 (Tidak mampu dan tidak mau), paling cocok dipimpin oleh leader dengan directing approach. Directing approach adalah pendekatan yang memandang individu memiliki potensi namun seringkali sulit untuk tercapai sehingga membutuhkan bantuan. Pendekatan ini dilakukan dengan memberikan arahan terkait apa dan bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Namun, tipe leader ini dapat membuat anggota tidak memiliki inisiatif dan kreativitas dalam mengerjakan tugas. Hal ini dikarenakan leader akan melakukan komunikasi satu arah, dan melakukan pengawasan secara ketat dengan pekerjaan yang dikerjakan oleh anggota.
Bagi para anggota yang berada pada kategori R2 (tidak mampu tapi mau), paling cocok dipimpin oleh leader dengan coaching approach. Coaching approach adalah proses pendampingan dan mengajarkan individu dengan memberikan kesempatan kepada coachee untuk memaksimalkan potensi diri. Leader dengan tipe ini memiliki kemampuan untuk mengajar dan melatih anggotanya. Sehingga dibutuhkan pada kategori R2 karena anggota memiliki kemauan untuk mengerjakan tugas, namun tidak terlalu paham dengan cara pengerjaannya.
Bagi para anggota yang berada pada kategori R3 (mampu tapi tidak mau), cocok dipimpin oleh leader dengan tipe support. Support sendiri adalah memberikan dukungan secara emosional kepada yang membutuhkan. Anggota pada kategori ini membutuhkan banyak emotional support seperti melakukan komunikasi dua arah dengan leader. Pendekatan ini dapat berhasil apabila anggota dapat mengungkapkan alasan dirinya tidak memiliki kemauan mengerjakan tugas, walaupun sebenarnya mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugasnya.
Anggota pada kategori R4 (mampu dan mau) adalah anggota yang memiliki produktivitas paling tinggi dan merasa senang jika mendapatkan leader dengan gaya delegating. Delegasi adalah pemberian tugas dari leader kepada anggotanya. Hal ini dikarenakan mereka sudah memiliki kemampuan dan kemauan untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Leader akan mendelegasikan tugasnya kepada anggota dan membiarkan anggota menyelesaikannya dengan pengawasan yang minimal.
Di luar dari teori ini, leader yang efektif adalah mampu melihat kompetensi dan motivasi para anggota untuk setiap tugas yang diberikan dan mampu beradaptasi dengan gaya kepemimpinan agar cocok dengan anggotanya. Sebaiknya, leader mendiskusikan strategi yang cocok digunakan dengan para anggota. Berdasarkan teori-teori kepemimpinan yang ada, situational leadership theory telah berhasil ketika diaplikasikan dalam organisasi (Gumpert & Hambleton, 1979). Sehingga berdasarkan pemaparan teori tersebut, leader harus mampu fleksibel dan adaptif dengan situasi yang ada agar menciptakan gaya kepemimpinan yang efektif dan cocok untuk para anggotanya.
Sumber :
Aamodt, M. G. 2010. Industrial/ Organizational Psychology: An Applied Approach. Sixth Edition. USA : Wadsworth Cengage Learning.